MENJADI MANUSIA PARIPURNA: Menemukan Keselamatan di Tengah Gemuruh Dunia

Oleh: Munawir Kamaluddin

1
Dengarkan Versi Suara

 

Di belantara kehidupan yang penuh hiruk-pikuk dan gemuruh peradaban ini, jiwa manusia sering kali terombang-ambing di antara kesibukan duniawi dan pencarian makna abadi.

Di tengah kemajuan zaman yang merenggut kesunyian hati, terselip satu pertanyaan besar yang kerap menggema di relung batin: “Apa tujuan hakiki dari keberadaan ini? Bagaimana menjadi manusia yang sempurna di mata Sang Pencipta?” Pertanyaan ini bukan hanya bisikan nurani, tetapi juga panggilan ilahi yang menuntun manusia menuju jalan kebenaran dan kesempurnaan.

Manusia diciptakan bukan sekadar untuk menjadi makhluk yang berjalan di atas tanah, melainkan untuk menjadi khalifah yang memancarkan cahaya Ilahi di setiap langkahnya.

Namun, hanya sedikit yang mampu meraih derajat mulia ini, derajat sebagai *’Ibadurrahman(عباد الرحمن )*, hamba Allah yang dirahmati, yang disebutkan dalam lembaran suci Al-Qur’an.

Mereka bukan sekadar insan biasa, tetapi manusia paripurna yang menyatu dalam harmoni ketaatan, kebijaksanaan, dan kelembutan hati.

Dalam firman-Nya yang agung, Allah menggambarkan ‘Ibadurrahman sebagai makhluk pilihan yang melintasi kehidupan dengan sikap yang penuh kerendahan hati, ucapan yang penuh kelembutan, serta akhlak yang meneduhkan. Mereka adalah jiwa-jiwa yang berjalan di atas bumi, tetapi hatinya selalu menggantung di langit.

Mereka meneguhkan langkah dalam kesabaran, menyemai kebaikan dalam perbuatan, dan melantunkan doa yang menggugah harapan di setiap desah nafas mereka.

Ketika dunia sering kali menyilaukan mata dengan gemerlap fana, ‘Ibadurrahman memilih jalan yang berbeda, yaitu jalan yang sunyi namun sarat makna.

Mereka berdiri tegak di tengah gelombang kebatilan, menjadi mercusuar yang memandu manusia menuju pantai keselamatan.

Di balik kelembutan sikap mereka, tersembunyi kekuatan iman yang kokoh. Di balik doa-doa mereka, tersimpan cinta yang tak terhingga kepada Sang Pencipta.

Satu hal yang harus disadari bahwa hudup ini adalah perjalanan panjang yang diwarnai dengan berbagai persinggahan, di mana manusia kerap terjebak dalam labirin kesibukan duniawi yang menyilaukan mata tetapi menggelapkan hati.

Dalam langkah-langkah kita di hamparan bumi ini, sering kali muncul kegelisahan yang sulit terungkap, seperti bisikan lembut yang menembus relung jiwa, bertanya: “Adakah jalan menuju kesempurnaan? Bagaimana menjadi hamba yang sejati di mata Sang Maha Pencipta?”

Pertanyaan- pertanyaan ini adalah panggilan fitrah manusia, seruan dari inti keberadaan kita yang merindukan cahaya hakikat.

Sebab, manusia tidak diciptakan semata untuk meramaikan dunia dengan hiruk-pikuk dan ambisi, melainkan untuk meraih derajat yang lebih tinggi, yakni menjadi khalifah di muka bumi dan hamba yang dirahmati-Nya.

Hanya mereka yang melangkah dengan hati yang tunduk, jiwa yang berserah, dan amal yang mulia mampu mencapai derajat ini.

Dalam surah Al-Furqan, Allah menyebutkan ciri-ciri ‘Ibadurrahman ( عباد الرحمن) dengan begitu indah, seolah-olah menggambarkan permata yang berkilauan di tengah kegelapan.

Mereka adalah jiwa-jiwa yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati, yang menjawab kebodohan dengan kelembutan, yang menegakkan malam dengan doa dan sujud, dan yang memohon dijauhkan dari siksa neraka dengan penuh rasa takut dan harap.

Betapa indahnya mereka yang menyandang gelar mulia ini, mereka yang tidak hanya hidup untuk diri sendiri, tetapi juga menjadi teladan bagi umat manusia, menebarkan rahmat dan kebaikan di mana pun mereka berada.

Namun, menjadi ‘Ibadurrahman bukanlah perkara mudah. Jalan ini adalah jalan sunyi yang dipenuhi ujian dan cobaan.

Hanya mereka yang memiliki kesabaran yang teguh, keimanan yang kokoh, dan cinta yang mendalam kepada Allah mampu menapakinya.

Dalam kesendirian malam, mereka menangis mengingat dosa-dosa. Di tengah hiruk-pikuk dunia, mereka tetap menjaga akhlak yang mulia. Mereka adalah manusia yang telah mencapai puncak kesempurnaan, bukan karena kekayaan atau kekuasaan, tetapi karena pengabdian total kepada Sang Khalik.

Tulisan ini hadir sebagai panggilan bagi hati yang merindukan pencerahan, sebagai lentera yang membimbing jiwa menuju cahaya-Nya. Kita akan menyelami kedalaman firman-firman Allah dalam Al-Qur’an, sabda-sabda Rasulullah SAW yang mulia, serta hikmah para sahabat dan ulama yang bijaksana.

Bersama, kita akan menapaki jalan menuju insan kamil, manusia yang tidak hanya baik di mata manusia, tetapi juga mulia di hadapan Allah.

Semoga setiap kata yang tertulis mampu menggugah hati, menggerakkan emosi, dan membuka cakrawala berpikir kita.

Biarlah tulisan ini menjadi renungan yang mengalir lembut, tetapi mengakar kuat, membawa kita pada kesadaran bahwa hidup ini lebih dari sekadar pencarian duniawi. Ia adalah perjalanan menuju kesempurnaan rohani, menuju ridha Allah yang menjadi puncak kebahagiaan sejati.

Mari, kita selami bersama samudra kebijaksanaan ini, menyelami makna sejati menjadi manusia paripurna, menjadi ‘Ibadurrahman yang dirahmati dan dicintai-Nya.

*MENJADI MANUSIA PARIPURNA: INSAN KAMIL DAN ‘IBADURRAHMAN*

Manusia paripurna (insan kamil) merupakan konsep ideal dalam Islam yang menggambarkan seseorang yang telah mencapai kesempurnaan spiritual, intelektual, dan moral dalam hubungannya dengan Allah, sesama manusia, dan alam.

Dalam Al-Qur’an, salah satu representasi insan kamil adalah ‘Ibadurrahman/ عباد الرحمن , (hamba Allah yang dirahmati), yang dijelaskan dalam Surah Al-Furqan ayat 63-77.

Untuk memahami hal ini secara mendalam, kajian ini akan dibahas secara filosofis, holistik, , universal, dan solutif.

I. *Definisi dan Konsep Insan Kamil dan ‘Ibadurrahman*

1. *Insan Kamil*
Insan kamil, menurut Ibn Arabi, adalah manusia yang mencapai kesempurnaan dalam penghambaan kepada Allah, manifestasi nama-nama-Nya (asmaul husna), dan integrasi sifat-sifat-Nya dalam perilaku.
Kesempurnaan ini tidak berarti tanpa dosa, tetapi pencapaian akhlak mulia dalam setiap aspek kehidupan.

2. *’Ibadurrahman dalam Al-qur’an.*
Ibadurrahman adalah hamba-hamba Allah yang dirahmati karena ketundukan, keikhlasan, dan kesempurnaan akhlak mereka. Mereka dijelaskan dalam QS Al-Furqan:
وَعِبَادُ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى ٱلْأَرْضِ هَوْنًۭا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ ٱلْجَـٰهِلُونَ قَالُوا۟ سَلَـٰمًۭا
“Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati, dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik.” (QS Al-Furqan: 63)

II. *Ciri-Ciri ‘Ibadurrahman dalam QS Al-Furqan*

1. *Rendah Hati dan Tidak Sombong*
Mereka berjalan dengan kerendahan hati (yamshuna ‘ala al-ardhi hauna). Rendah hati adalah refleksi dari kesadaran bahwa semua yang dimiliki berasal dari Allah.
وَلَا تَمْشِ فِي ٱلْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّكَ لَن تَخْرِقَ ٱلْأَرْضَ وَلَن تَبْلُغَ ٱلْجِبَالَ طُولًا
“Dan janganlah kamu berjalan di bumi dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan tidak akan sampai setinggi gunung.” (QS Al-Isra: 37)

2. *Menahan Amarah dan Memberi Maaf*
Mereka tidak melayani kebodohan dengan kebodohan, melainkan menjawab dengan kedamaian (idha khatabahumu al-jahiluna qalu salama).
وَٱلْكَـٰظِمِينَ ٱلْغَيْظَ وَٱلْعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِ ۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ
“Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS Ali Imran: 134)

3. *Konsisten Beribadah di Malam Hari*
Mereka beribadah di malam hari dengan penuh keikhlasan (alladzina yabituna lirabbihim sujjadan wa qiyaman).
تَتَجَافَىٰ جُنُوبُهُمْ عَنِ ٱلْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًۭا وَطَمَعًۭا وَمِمَّا رَزَقْنَـٰهُمْ يُنفِقُونَ
“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, mereka berdoa kepada Tuhan mereka dengan rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka.” (QS As-Sajdah: 16)

4. *Takut Akan Siksa Neraka*
Kesadaran akan akhirat membuat mereka selalu meminta perlindungan dari neraka.
رَبَّنَا ٱصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ ۖ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا
“Ya Tuhan kami, jauhkanlah azab neraka Jahannam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal.” (QS Al-Furqan: 65)

5. *Menghindari Pemborosan dan Kikir*
Mereka bijak dalam mengelola harta, tidak boros atau kikir (wa alladzina idza anfaqu lam yusrifu wa lam yaqturu).
إِنَّ ٱلْمُبَذِّرِينَ كَانُوٓا۟ إِخْوَٲنَ ٱلشَّيَـٰطِينِ ۖ
“Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara-saudara setan.” (QS Al-Isra: 27)

6. *Tidak Melakukan Syirik, Membunuh, dan Zina*

Mereka menjaga kemurnian tauhid dan akhlak.
وَٱلَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ ٱللَّهِ إِلَـٰهًا ءَاخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ ٱلنَّفْسَ ٱلَّتِى حَرَّمَ ٱللَّهُ إِلَّا بِٱلْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ ۚ
“Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sembahan lain, dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan alasan yang benar, dan tidak berzina.” (QS Al-Furqan: 68)

7.*Selalu Bertaubat dan Tidak Berputus Asa dari Rahmat Allah*

Orang-orang yang bertobat dari dosa-dosanya dan memperbaiki diri disebutkan dalam QS Al-Furqan: 70:
إِلَّا مَن تَابَ وَءَامَنَ وَعَمِلَ عَمَلًۭا صَـٰلِحًۭا فَأُو۟لَـٰٓئِكَ يُبَدِّلُ ٱللَّهُ سَيِّـَٔاتِهِمْ حَسَنَـٰتٍۢ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورًۭا رَّحِيمًۭا
“Kecuali orang-orang yang bertobat, beriman, dan mengerjakan amal saleh; maka kejahatan mereka akan diganti Allah dengan kebaikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al-Furqan: 70)

Mereka tidak larut dalam dosa dan segera bertobat. Tobat ini adalah bukti ketundukan kepada Allah dan kesadaran akan kesalahan diri.

8. *Menjaga Kesaksian dengan Jujur dan Teguh*

‘Ibadurrahman tidak memberikan kesaksian palsu atau ikut serta dalam perbuatan yang tidak bermanfaat. Hal ini dijelaskan dalam QS Al-Furqan: 72:
وَٱلَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ ٱلزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا۟ بِٱللَّغْوِ مَرُّوا۟ كِرَامًۭا
“Dan orang-orang yang tidak memberikan kesaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan yang tidak berguna, mereka berlalu (dengan menjaga kehormatan dirinya).”

Mereka menjaga kejujuran dalam perkataan, tidak menjadi saksi palsu, dan menjauhi majelis yang penuh dengan kebatilan. Hal ini mencerminkan keteguhan iman dan integritas moral

9. *Menghormati Al-Qur’an dan Memahami Petunjuknya*

Ciri lain dari ‘Ibadurrahman adalah perhatian mereka terhadap Al-Qur’an. Dalam QS Al-Furqan: 73:
وَٱلَّذِينَ إِذَا ذُكِّرُوا۟ بِـَٔايَـٰتِ رَبِّهِمْ لَمْ يَخِرُّوا۟ عَلَيْهَا صُمًّۭا وَعُمْيَانًۭا
“Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Tuhan mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang-orang yang tuli dan buta.”

Mereka memperhatikan ayat-ayat Allah dengan hati yang terbuka, merenunginya, dan menjadikannya sebagai pedoman hidup. Mereka tidak bersikap acuh atau menolak peringatan dari Al-Qur’an.

10. *Berdoa untuk Keturunan yang Shalih*

Doa mereka mencakup permohonan agar keluarga mereka, khususnya anak-anak, menjadi shalih dan menjadi pemimpin bagi orang-orang bertakwa. Dalam QS Al-Furqan: 74: وَٱلَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَٰجِنَا وَذُرِّيَّـٰتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍۢ وَٱجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
“Dan orang-orang yang berkata: ‘Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.'”

Doa ini mencerminkan perhatian mereka terhadap pendidikan keluarga dan tanggung jawab moral dalam membangun generasi yang lebih baik.

11. *Memiliki Kesabaran yang Tinggi*

Sifat sabar mereka adalah inti dari keteguhan hati dalam menghadapi ujian dan tantangan hidup. Kesabaran ini merupakan salah satu ciri utama orang yang dirahmati Allah.
إِنَّمَا يُوَفَّى ٱلصَّـٰبِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍۢ
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS Az-Zumar: 10)

Kesabaran mereka tidak hanya dalam menjalani ibadah, tetapi juga dalam menghadapi ujian hidup dan menjaga diri dari perbuatan dosa.

12. *Berkontribusi dalam Kebaikan dan Tidak Mengabaikan Tanggung Jawab Sosial*

Mereka aktif dalam memberikan manfaat kepada orang lain dan mengisi kehidupannya dengan perbuatan baik. Rasulullah SAW bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain.” (HR. Ahmad)

Kontribusi mereka tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk masyarakat. Mereka menebarkan kebaikan dalam setiap aspek kehidupan.

Ciri-ciri ini mempertegas bahwa ‘Ibadurrahman adalah manusia yang menjadikan Al-Qur’an dan sunnah sebagai pedoman dalam seluruh aspek kehidupannya. Mereka menjaga hubungan baik dengan Allah, sesama manusia, dan diri sendiri, serta mengintegrasikan nilai-nilai ketakwaan dalam keluarga, masyarakat, dan kehidupan sosial. Ini menunjukkan bahwa menjadi ‘Ibadurrahman tidak hanya melibatkan aspek spiritual, tetapi juga aspek moral, sosial, dan intelektual.

III. *Perspektif Hadits dan Pendapat Ulama*

1. *Hadits tentang Kesempurnaan Akhlak*
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ ٱلْأَخْلَاقِ
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Ahmad)

Hadits ini menekankan bahwa manusia paripurna harus berakhlak mulia, yang merupakan inti dari misi kenabian.

2. *Pendapat Imam Al-Ghazali*
Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menyebutkan bahwa kesempurnaan manusia terletak pada penyatuan ilmu, amal, dan ikhlas. Insan kamil adalah yang berhasil menyeimbangkan aspek duniawi dan ukhrawi.

IV. *Solusi Praktis Menjadi Insan Kamil dan ‘Ibadurrahman*

1. *Memperbaiki Hubungan dengan Allah SWT.*

*Meningkatkan kualitas ibadah wajib dan sunnah.

*Berdoa dengan penuh kesadaran, seperti dalam QS Ghafir: 60.

2. *Meningkatkan Akhlak Mulia*

Belajar dari sirah Rasulullah SAW sebagai teladan utama.

3. *Meningkatkan Kesadaran Sosial*

Menjadi rahmat bagi semesta alam (rahmatan lil ‘alamin).

4. *Mendidik Jiwa dengan Ilmu dan Amal*

Menghidupkan majelis ilmu dan mengamalkan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari.

Sehingga dengan demikian , Manusia paripurna adalah mereka yang mampu menyelaraskan spiritualitas, akhlak, dan intelektualitas dalam menjalani kehidupan. Konsep ‘Ibadurrahman dalam QS Al-Furqan menjadi panduan sempurna untuk mencapai insan kamil. Dengan menjadikan Al-Qur’an dan sunnah sebagai pedoman hidup, setiap individu dapat mendekat kepada Allah, menciptakan harmoni sosial, dan menjadi manusia yang dirahmati.

*PENUTUP/ KESIMPULAN*

Di kedalaman jiwa manusia, ada satu kerinduan yang tak pernah padam, kerinduan untuk kembali kepada fitrah, kepada Sang Pemilik segala kehidupan.

Ia seperti aliran sungai yang tak henti mencari muaranya, seperti daun yang tertiup angin menuju akar asalnya.

Dalam perjalanan ini, setiap insan dituntun oleh cahaya petunjuk yang membawa mereka kepada tujuan hakiki: menjadi ‘Ibadurrahman, hamba-hamba yang dirahmati, yang meniti jejak kebenaran dengan langkah yang penuh ketundukan.

Menjadi ‘Ibadurrahman adalah mencapai derajat tertinggi dari keberadaan manusia, sebuah pencapaian yang tidak diukur oleh gemerlap dunia, tetapi oleh kemurnian hati dan ketinggian akhlak.

Mereka yang meraih gelar ini adalah jiwa-jiwa yang menjadikan rendah hati sebagai mahkotanya, kesabaran sebagai pedangnya, dan keimanan sebagai pelita di tengah gelapnya zaman. Mereka tidak mencari pujian manusia, tetapi ridha Allah yang menjadi puncak segala kebahagiaan.

Di setiap malam yang sunyi, mereka bersimpuh dengan doa yang melangit, merayu Sang Maha Pengasih agar berkenan melimpahkan rahmat-Nya.

Dalam hiruk-pikuk dunia, mereka tetap melangkah dengan kelembutan, menebar kasih sayang dan perdamaian, tanpa tergoyahkan oleh kebodohan atau kebencian. Mereka adalah wajah-wajah yang menyejukkan dunia, jiwa-jiwa yang menjadi pelita bagi umat manusia.

Namun, jalan menuju ‘Ibadurrahman adalah jalan yang penuh liku. Ia bukan jalan yang dilalui oleh mereka yang lemah tekad atau rapuh iman.

Ia adalah jalan panjang yang menuntut pengorbanan, keikhlasan, dan keberanian untuk melawan nafsu diri.

Tetapi, di ujung jalan itu, ada janji yang tak pernah dusta: surga yang penuh kedamaian, cinta yang abadi, dan pertemuan dengan Allah yang menjadi tujuan tertinggi segala rindu.

Allah telah menggambarkan sifat-sifat mulia ‘Ibadurrahman dalam firman-Nya, seolah-olah melukiskan permata yang tak ternilai harganya. Mereka berjalan di bumi dengan rendah hati, menjawab kebodohan dengan kebaikan, dan melantunkan doa dengan penuh rasa takut dan harap. Sabda Rasulullah SAW memperkuat gambaran ini, mengajarkan bahwa kebesaran manusia tidak terletak pada apa yang ia miliki, tetapi pada apa yang ia berikan untuk dunia dan akhirat.

Sebagai bahagian terakhir dari tulisan ini , semoga bukan sekadar rangkaian kata yang terlewatkan, melainkan sebuah cermin yang memantulkan hakikat kehidupan. Setiap hurufnya adalah seruan lembut bagi jiwa yang merindukan kedamaian, setiap kalimatnya adalah ketukan bagi hati yang lalai, dan setiap maknanya adalah lentera bagi mereka yang tersesat dalam gelap.

Hidup adalah sebuah perjalanan menuju Allah, dan ‘Ibadurrahman adalah para pengembara yang telah menemukan jalannya.

Mari kita jadikan tulisan ini sebagai panggilan untuk bersama melangkah di jalan yang sama, menapaki jejak-jejak mereka yang telah mendahului kita, dan meneladani sifat-sifat mulia yang Allah cintai.

Sebagaimana bunga yang mekar memberikan keharuman, begitu pula manusia yang paripurna menyebarkan kebaikan di mana pun ia berada.

Semoga setiap langkah kita di dunia ini menjadi saksi bagi ketundukan kita kepada Allah, setiap doa kita menjadi penghubung yang mengantarkan kita kepada rahmat-Nya, dan setiap amal kita menjadi bekal yang memudahkan kita menuju surga-Nya.

Wahai jiwa yang mendamba kebahagiaan sejati, ketahuilah bahwa ia tidak terletak pada apa yang terlihat di dunia ini, tetapi pada kedekatan dengan-Nya yang abadi. Mari, kita letakkan segala ambisi duniawi, kita sandarkan diri sepenuhnya kepada-Nya, dan kita buktikan cinta kita kepada Sang Pemilik segala cinta dengan menjadi ‘Ibadurrahman yang sejati.

Semoga setiap denyut nadi, setiap helaan napas, dan setiap detik waktu kita adalah persembahan untuk-Nya, hingga akhirnya kita dipanggil kembali dengan panggilan yang penuh cinta:
“Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhai. Masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS. Al-Fajr: 27-30).# Wallahu A’lam Bishawab

*SEMOGA BERMANFAAT*
*Al-Fakir. Munawir Kamaluddin*