Di tengah panggung kehidupan ini, manusia sering kali lupa bahwa ia hanyalah debu yang diberi nyawa, setitik kecil di lautan tak bertepi. Langit membentang begitu tinggi, bumi menghampar begitu luas, tetapi ada hati yang ingin menjangkau keduanya dengan keangkuhan yang biasa disebut Takbur.
Takbur adalah kesombongan yang halus namun mematikan, menipu jiwa dengan ilusi keagungan yang semu.
Namun tidakkah manusia bertanya kepada dirinya sendiri: apakah yang ia banggakan? Tubuh yang fana, harta yang sirna, atau pangkat yang akan lenyap seiring usia? .
Takbur adalah bisikan lembut setan yang mengangkat diri hanya untuk menjatuhkan, menutup mata dari hakikat sejati, dan membutakan hati dari keindahan rendah hati.
Sebuah jerat yang memisahkan manusia dari Tuhan, dari sesama, bahkan dari dirinya sendiri.
Allah, Sang Pemilik Keagungan, telah berfirman:
“وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الْأَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولًا”
“Dan janganlah engkau berjalan di muka bumi dengan sombong; sesungguhnya engkau sekali-kali tidak akan dapat menembus bumi, dan tidak akan mampu mencapai setinggi gunung.”
(QS. Al-Isra: 37)
Ayat ini bukan sekadar peringatan, tetapi tamparan lembut dari Sang Pencipta. Betapa hina manusia ketika lupa bahwa ia diciptakan dari tanah yang hina, dibentuk sempurna bukan untuk kesombongan, melainkan untuk ketundukan.
Dan Rasulullah SAW., manusia termulia yang pernah ada, bersabda:
“لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ”
“Tidak akan masuk surga orang yang dalam hatinya ada seberat zarrah dari kesombongan.”
(HR. Muslim)
Betapa keras peringatan ini, tetapi juga betapa besar kasih sayang di baliknya. Kesombongan bukan hanya merusak, tetapi juga memutuskan jalan menuju kebahagiaan abadi.
Maka, tulisan ini dimaksudkan bukanlah sekadar rangkaian kata, tetapi panggilan untuk merenungi hakikat diri, untuk kembali menjadi jiwa yang lembut dan penuh kerendahan hati. Kita diajak menyelami betapa takbur menghancurkan, baik dalam kehidupan individu maupun dalam harmoni sosial.
Al-fakir mengajak sejenak untuk kita simak lebih jauh dan dalam tuntunan agama kita. Bukan sekadar untuk memahami, tetapi untuk melawan. Karena rendah hati adalah keindahan jiwa, dan kesombongan hanyalah bayang-bayang gelap yang menghalangi cahaya Tuhan. Semoga tulisan ini menggetarkan hati, menggugah jiwa, dan menuntun langkah kita menuju kebeningan hidup.
*MELAWAN TAKBUR: Sebuah Tuntunan Agama*
*Pengertian Takbur*
Takbur (arrogansi atau kesombongan) berasal dari kata kibr dalam bahasa Arab yang berarti membesarkan diri, merasa lebih tinggi, atau meremehkan orang lain.
Dalam terminologi Islam, takbur adalah penyakit hati yang muncul dari merasa superior terhadap makhluk lain dan menolak kebenaran.Rasulullah SAW. bersabda:
“لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ.”
“Tidak akan masuk surga orang yang dalam hatinya terdapat seberat biji sawi dari kesombongan.”
(HR. Muslim, no. 91).
Hadits ini menunjukkan bahwa takbur adalah salah satu sifat yang sangat tercela dan berbahaya, bahkan menjadi penghalang masuk surga.
*Penyebab Sifat Takbur*
Sifat takbur tidak muncul begitu saja, melainkan berakar dari berbagai faktor yang mengakar dalam jiwa manusia.
Faktor-faktor ini bersumber dari kelemahan diri, pemahaman yang salah tentang hakikat kehidupan, serta godaan setan. Berikut adalah beberapa penyebab utama sifat takbur:
1. *Kelebihan dalam Harta, Ilmu, atau Kedudukan*
Orang yang memiliki kelebihan, baik dalam harta, ilmu, atau kedudukan, sering kali tergoda untuk merasa lebih unggul daripada orang lain. Ia lupa bahwa semua yang dimilikinya hanyalah titipan Allah yang dapat diambil kapan saja. Allah mengingatkan dalam Al-Qur’an:
“إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا.”
“Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.”
(QS. An-Nisa: 36).
Kisah Qarun dalam Al-Qur’an menjadi contoh nyata. Qarun takbur karena harta yang melimpah, hingga Allah membinasakannya:
“فَخَسَفْنَا بِهِ وَبِدَارِهِ الْأَرْضَ.”
“Maka Kami benamkan dia dan rumahnya ke dalam bumi.”
(QS. Al-Qasas: 81).
2. *Merasa Diri Lebih Baik dari Orang Lain*
Sikap ini sering muncul dari kesalahpahaman tentang nilai diri. Iblis menjadi contoh utama dalam hal ini. Ia menolak sujud kepada Adam karena merasa dirinya lebih mulia:
“قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِّنْهُ خَلَقْتَنِي مِن نَّارٍ وَخَلَقْتَهُ مِن طِينٍ.”
“Iblis berkata, ‘Aku lebih baik darinya. Engkau menciptakanku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.'”
(QS. Al-A’raf: 12).
3. *Kurangnya Kesadaran Akan Hakikat Kehidupan*
Takbur sering kali muncul karena seseorang lupa akan asal-usul dirinya. Manusia yang diciptakan dari tanah dan akan kembali menjadi tanah seharusnya tidak memiliki alasan untuk menyombongkan diri. Allah berfirman:
“مِنْهَا خَلَقْنَاكُمْ وَفِيهَا نُعِيدُكُمْ.”
“Dari tanah (bumi) itu Kami menciptakan kamu, ke dalamnya Kami akan mengembalikan kamu.”
(QS. Thaha: 55).
4. *Terpengaruh oleh Godaan Setan*
Setan senantiasa menggoda manusia untuk merasa lebih hebat dari orang lain. Ia menanamkan rasa bangga yang berlebihan, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an:
“فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الْأَرْضِ.”
“Karena Engkau telah menyesatkan aku, pasti aku akan menghiasi mereka (manusia) dengan keindahan dunia.”
(QS. Al-Hijr: 39).
5. *Kebiasaan Memuji Diri Sendiri*
Orang yang terbiasa memuji diri sendiri dan mencari pengakuan dari orang lain akan mudah terjebak dalam sifat takbur. Padahal Allah melarang manusia untuk menyucikan dirinya sendiri:
“فَلَا تُزَكُّوا أَنفُسَكُمْ ۖ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَىٰ.”
“Janganlah kamu menganggap dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui siapa yang bertakwa.”
(QS. An-Najm: 32).
6. *Lupa akan Kematian dan Hari Akhir*
Sifat takbur sering kali muncul karena manusia lupa bahwa hidup ini hanya sementara. Ketika seseorang selalu mengingat kematian, ia akan menyadari bahwa tidak ada yang patut disombongkan, karena semuanya akan ditinggalkan. Rasulullah SAW. bersabda:
“أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ.”
“Perbanyaklah mengingat pemutus segala kenikmatan (kematian).”
(HR. At-Tirmidzi, no. 2307).
7. *Rasa Iri dan Dengki*
Orang yang iri terhadap kelebihan orang lain sering kali mencoba menutupi perasaannya dengan sikap sombong. Ia berusaha menunjukkan bahwa dirinya lebih baik dari orang yang ia irikan, sehingga menanamkan benih takbur di dalam hatinya.
Karena itu ,Sifat takbur adalah cerminan dari kelemahan dan ketidaksempurnaan manusia. Menyadari penyebabnya adalah langkah awal untuk melawannya. Dengan tawadhu’, mengingat kematian, dan berusaha mendekatkan diri kepada Allah, manusia dapat menghindari sifat tercela ini dan membangun hati yang bersih serta kehidupan yang penuh berkah.
*Bahaya dan Dampak Takbur*
1. *Takbur Menghalangi Kebenaran*
Orang yang takbur cenderung menolak kebenaran karena merasa dirinya paling benar. Dalam Al-Qur’an, Allah menyebutkan bahwa sifat ini adalah karakter utama Iblis:
“قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِّنْهُ خَلَقْتَنِي مِن نَّارٍ وَخَلَقْتَهُ مِن طِينٍ.”
“Iblis berkata, ‘Aku lebih baik darinya. Engkau menciptakanku dari api sementara dia Engkau ciptakan dari tanah.'”
(QS. Al-A’raf: 12).
Iblis merasa lebih mulia daripada Adam karena asal penciptaannya, sehingga menolak perintah Allah. Ini menunjukkan bahwa takbur adalah akar dari pembangkangan terhadap kebenaran.
2. *Merusak Kehidupan Sosial*
Sifat takbur memicu permusuhan, kebencian, dan keretakan hubungan sosial. Orang sombong cenderung merendahkan orang lain dan menciptakan jarak dalam interaksi sosial. Allah mengingatkan:
“وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّكَ لَن تَخْرِقَ الْأَرْضَ وَلَن تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولًا.”
“Janganlah engkau berjalan di bumi dengan angkuh. Sesungguhnya engkau tidak akan mampu menembus bumi dan tidak akan mencapai ketinggian gunung.”
(QS. Al-Isra: 37).
3. *Mengundang Azab Allah*
Kesombongan adalah sebab ditimpakannya azab kepada umat terdahulu. Fir’aun dan kaum ‘Ad binasa karena takbur mereka:
“فَأَمَّا عَادٌ فَاسْتَكْبَرُوا فِي الْأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ… فَأَهْلَكْنَاهُم بِرِيحٍ صَرْصَرٍ عَاتِيَةٍ.”
“Adapun kaum ‘Ad, mereka menyombongkan diri di muka bumi tanpa alasan yang benar… lalu Kami binasakan mereka dengan angin yang sangat kencang.”
(QS. Al-Haqqah: 6-7).
4. *Takbur Menutup Hati dari Hidayah*
Orang sombong sulit menerima nasihat dan hidayah karena hatinya keras. Rasulullah SAW. bersabda:
“الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ.”
“Kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia.”
(HR. Muslim, no. 91).
*Solusi Mengatasi Sifat Takbur*
1. *Memahami Hakikat Kehidupan*
Allah mengingatkan manusia tentang asal dan akhir hidupnya:
“وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ مِن سُلَالَةٍ مِّن طِينٍ.”
“Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari sari pati tanah.”
(QS. Al-Mu’minun: 12).
Manusia berasal dari tanah yang hina, dan kelak akan kembali menjadi tanah. Kesadaran ini mengajarkan kerendahan hati.
2. *Membiasakan Sikap Tawadhu*’
Tawadhu’ adalah kebalikan dari takbur, yaitu sifat rendah hati dan menghormati orang lain. Rasulullah SAW. bersabda:
“وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ.”
“Tidaklah seseorang merendahkan diri karena Allah, melainkan Allah akan meninggikan derajatnya.”
(HR. Muslim, no. 2588).
Tawadhu’ tidak mengurangi kehormatan, tetapi justru meninggikan derajat seseorang di hadapan Allah dan manusia.
3. *Mengingat Bahaya Kesombongan*
Merenungi bahaya kesombongan sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an dan hadits dapat melemahkan dorongan untuk takbur. Nabi SAW. bersabda:
“يُحْشَرُ الْمُتَكَبِّرُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَمْثَالَ الذَّرِّ فِي صُوَرِ الرِّجَالِ.”
“Orang-orang yang sombong akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam bentuk kecil seperti semut, tetapi menyerupai manusia.”
(HR. At-Tirmidzi, no. 2492).
4. *Banyak Beristighfar dan Mengingat Kematian*
Beristighfar membersihkan hati dari penyakit takbur, sementara mengingat kematian melembutkan hati. Allah berfirman:
“وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ.”
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi.”
(QS. Ali Imran: 133).
Rasulullah SAW.juga bersabda:
“أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ.”
“Perbanyaklah mengingat pemutus segala kenikmatan (kematian).”
(HR. At-Tirmidzi, no. 2307).
5. *Mencari Ilmu dan Berkumpul dengan Orang Shalih*
Ilmu dan lingkungan yang baik dapat menumbuhkan kerendahan hati. Allah berfirman:
“هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ.”
“Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”
(QS. Az-Zumar: 9).
Ulama juga menegaskan pentingnya berkumpul dengan orang shalih untuk menjaga hati dari sifat buruk.
Oleh Karena itu, Takbur adalah penyakit hati yang merusak hubungan manusia dengan Allah dan sesama. Bahaya dan dampaknya sangat luas, mencakup kehancuran individu, sosial, dan moral. Melawannya membutuhkan kesadaran diri, keimanan yang kuat, dan komitmen untuk selalu tawadhu’.
Dengan mempraktikkan solusi-solusi Islami yang disertai dalil-dalil, takbur dapat diatasi, sehingga tercipta kehidupan yang penuh dengan keberkahan dan rahmat.
*Kesimpulan dan Refleksi Akhir*
Takbur adalah penyakit yang meracuni hati, mengaburkan pandangan akan hakikat kehidupan, dan menjauhkan manusia dari jalan kebenaran.
Kesombongan adalah jalan menuju kehancuran, baik bagi individu maupun sosial. Ia merusak hubungan manusia dengan Allah, menciptakan permusuhan di antara sesama, dan mengundang kemurkaan Ilahi.
Dalam setiap langkah hidup, manusia diingatkan akan asal dan akhir hidupnya: dari tanah ia diciptakan, ke tanah ia kembali, dan di akhirat ia berdiri tanpa membawa apa pun selain amal dan kebaikan.
Tidak ada atribut duniawi yang menyertai, tidak harta, tidak kedudukan, tidak pula kemegahan yang sering menjadi alasan seseorang merasa takbur. Allah mengingatkan:
“كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۖ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ”
“Setiap jiwa pasti merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah kalian disempurnakan balasan kalian.”
(QS. Ali Imran: 185)
Ketika seseorang berdiri di hadapan Allah pada Hari Penghisaban, atribut duniawi tidak akan menyelamatkan, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ.”
“Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan harta kalian, tetapi Dia melihat hati dan amal kalian.”
(HR. Muslim, no. 2564)
*Refleksi Kehidupan dan Kematian*
Apa yang layak disombongkan oleh manusia? Tubuh yang rapuh, umur yang singkat, atau harta yang fana? Kesombongan hanya menunjukkan ketidaktahuan akan kelemahan diri.
Manusia yang benar-benar memahami bahwa kematian menunggu di ujung jalan hidupnya tidak akan berani meninggikan diri, karena ia tahu bahwa dunia ini hanya persinggahan sementara, sebagaimana Rasulullah SAW.bersabda:
“كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ.”
“Hiduplah di dunia seakan-akan engkau adalah seorang asing atau seorang musafir yang sedang lewat.”
(HR. Bukhari, no. 6416)
Ketika maut tiba, semua kebanggaan dunia akan gugur. Seseorang akan masuk ke liang lahat dengan kain kafan sederhana, meninggalkan segala apa yang pernah ia banggakan. Bahkan, tulang belulang yang dahulu kuat akan kembali menjadi tanah.
Maka, bukankah jauh lebih indah bagi manusia untuk hidup dalam tawadhu’, menundukkan hati, menghormati sesama, dan menyerahkan diri kepada Allah? Rasulullah SAW.bersabda:
“إِنَّ أَوَّلَ مَنْ يُدْعَى إِلَى الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، الَّذِينَ يَحْمَدُونَ اللَّهَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ.”
“Sesungguhnya yang pertama kali dipanggil ke surga pada hari kiamat adalah mereka yang senantiasa memuji Allah, baik dalam kesenangan maupun kesusahan.”
(HR. Ahmad, no. 15479)
Karena itu, mari kita renungkan, apakah kesombongan benar-benar memberikan kebahagiaan? Ataukah ia hanya membangun tembok kesendirian dan kehancuran? Mari melawan takbur dengan kesadaran akan hakikat diri, memperbanyak istighfar, dan mengingat kematian.
Dalam tawadhu’, kita menemukan kekuatan. Dalam kerendahan hati, kita mendekat kepada Allah. Dan dalam keikhlasan, kita mempersiapkan bekal untuk perjalanan abadi.
Akhirnya, kehidupan ini hanya akan bermakna ketika kita meninggalkan jejak kebaikan, bukan kesombongan.
Ya Allah, jauhkanlah kami dari sifat takbur. Jadikanlah hati kami lembut dalam ketundukan, dan izinkan kami berpulang kepada-Mu dengan jiwa yang tenang, yang hanya membawa amal dan cinta-Mu sebagai bekal.
اللهم ارحمنا فأنت خير الراحمين ، وارزقنا فأنت خير الرازقين ، واغفر لنا فأنت خير الغافرين ، وانصرنا فأنت خير الناصرين .
*”Ya Allah, rahmatilah kami, karena Engkaulah sebaik-baik pemberi rahmat. Berilah kami rezeki, karena Engkaulah sebaik-baik pemberi rezeki. Ampunilah kami, karena Engkaulah sebaik-baik pemberi ampunan. Dan tolonglah kami, karena Engkaulah sebaik-baik penolong.”*
#Wallahu A’lam Bishawab
*SEMOGA BERMANFAAT*
*Munawir Kamaluddin*