Qanaah ,Karakter Muslim Yang Pandai Bersyukur

Oleh: Munawir K

65
Dengarkan Versi Suara

 

Secara etimologis, qana’ah berarti merasa cukup dengan apa yang ada, tidak tamak, dan selalu bersyukur atas nikmat Allah, baik nikmat yang keci terlebih nikmat yang besar.

Qanaah dalam kehidupan sehari-hari menjadi pilar keseimbangan jiwa yang dapat melahirkan ketenangan batin, kestabilan sosial, dan keharmonisan hubungan manusia dengan Sang Khaliq.

Dari aspek ajaran Rasulullah SAW, qana’ah mencerminkan keikhlasan hati dalam menerima ketetapan Allah, sehingga melahirkan rasa puas dan syukur atas segala yang telah dikaruniakan.

1. *Makna Filosofis Qana’ah*

Secara filosofis, qana’ah bisa dilihat sebagai sikap moderasi antara dua ekstrem: kerakusan dan keputusasaan dalam menghadapi kehidupan.

Rasulullah SAW. selaku panutan mendorong umatnya untuk bekerja keras dan berusaha, tetapi juga mengajarkan agar manusia tidak terlalu terpaku pada hasil yang bersifat duniawi.

Sifat Qanaah mengajarkan keseimbangan antara usaha dan tawakal (kepasrahan), antara ikhtiar dan ridha (kerelaan), yang semuanya diatur oleh keyakinan bahwa rezeki setiap manusia telah ditentukan oleh Allah.
Allah SWT berfirman:
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَا ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa di bumi dan tidak (pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. Al-Hadid: 22)

Firman Allah SWT. ini memberikan landasan bagi qana’ah, yaitu keyakinan bahwa segala sesuatu, termasuk rezeki, sudah diatur oleh Allah.

Oleh karena itu, manusia tidak perlu merasa cemas atau khawatir berlebihan atas apa yang belum ia peroleh, karena semua sudah tertulis dalam ketetapan Pencipta.

2. *Dimensi Qana’ah dalam Kehidupan*

Sifat dan perilaku Qanaah memiliki dimensi yang sangat luas, mencakup aspek kehidupan pribadi, sosial, dan spiritual. Dalam setiap dimensi ini, qana’ah memberikan dampak positif yang nyata bagi individu dan masyarakat.

a. *Dimensi Pribadi: Ketenangan Jiwa dan Pengendalian Diri*

Dalam kehidupan pribadi, qana’ah memberikan rasa cukup yang melahirkan ketenangan jiwa. Seseorang yang memiliki sifat qana’ah tidak akan merasa iri atau cemburu atas keberhasilan orang lain. Ia akan selalu bersyukur dan merasa puas dengan apa yang ia miliki, sehingga hidupnya dipenuhi dengan kedamaian.
Rasulullah SAW bersabda:

لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
“Kekayaan bukanlah banyaknya harta benda, tetapi kekayaan adalah kekayaan jiwa.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menegaskan bahwa kebahagiaan dan kepuasan sejati tidak ditentukan oleh seberapa banyak harta yang dimiliki, melainkan oleh ketenangan dan kepuasan hati yang diperoleh melalui qana’ah.

b. *Dimensi Sosial: Keharmonisan dalam Hubungan Antarindividu*

Dalam dimensi sosial, qana’ah membantu menciptakan hubungan yang harmonis antara individu. Seseorang yang qana’ah tidak akan tamak atau serakah dalam mendapatkan harta, sehingga menghindarkan dirinya dari sikap iri, dengki, dan persaingan yang tidak sehat.

Qana’ah juga mendorong seseorang untuk berbagi dan bersikap dermawan, karena ia merasa cukup dengan rezeki yang Allah berikan.
Allah SWT berfirman:

وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu di dunia serta berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu.” (QS. Al-Qashash: 77)

Firman Allah SWT. ini memberikan arahan agar manusia tetap menjaga keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat, dengan memanfaatkan harta dan rezeki yang Allah berikan untuk kebaikan bersama.

c. *Dimensi Spiritual: Kepasrahan dan Ridha kepada Allah*

Dalam dimensi spiritual, qana’ah merupakan cerminan dari tawakal dan ridha kepada Allah. Seseorang yang qana’ah akan selalu menerima apa yang Allah tetapkan untuknya, tanpa mengeluh atau merasa kurang. Ia yakin bahwa rezeki dan nasibnya telah diatur oleh Allah dengan sebaik-baiknya, sehingga ia tetap bersemangat dalam berusaha, tetapi tidak terjebak dalam kecemasan atas hasilnya.

sahabat Rasulullah SAW. Sekaligus Khulafaurrasidun yang kedua pengganti Nabi ,Umar bin Khattab RA menyatakan:

لَا تَجْزَعْ مِنْ قَلِيلٍ الرِّزْقِ، فَإِنَّ الْقَلِيلَ لَا يَتَّفِقُ، وَالْقَفِيصُ الَّذِي لَا يُؤَثِّرُ بِأَجَلِ اللَّهِ وَلَا رِزْقِهِ
“Jangan bersedih atas sedikitnya rezeki, karena sedikit yang Allah berikan pasti mencukupi, dan tidak ada yang mempengaruhi ajal maupun rezeki kecuali ketetapan Allah.”

Qana’ah adalah buah dari keyakinan dan tawakal yang mendalam, sehingga seseorang dapat merasakan kebahagiaan sejati dari sikap ridha terhadap ketentuan Allah.

3. *Manfaat Qana’ah dalam Kehidupan*

Qana’ah membawa banyak manfaat bagi kehidupan pribadi dan sosial. Beberapa manfaat penting dari sikap qana’ah antara lain:

*Ketenangan Jiwa dan Pikiran:*
Orang yang memiliki qana’ah tidak akan terlalu sibuk mengejar hal-hal duniawi yang tidak pasti. Ia akan fokus pada apa yang ia miliki dan mensyukurinya, sehingga terhindar dari stres dan kegelisahan yang disebabkan oleh ambisi berlebihan.

*Kehidupan yang Lebih Sederhana:*
Qana’ah membuat seseorang hidup dengan sederhana dan tidak berlebihan. Ia akan menggunakan hartanya dengan bijak, tidak terjebak dalam gaya hidup konsumtif yang seringkali menyebabkan utang dan beban psikologis.

*Terciptanya Masyarakat yang Harmonis:*
Qana’ah mendorong individu untuk berbagi dan tidak merasa iri atau dengki terhadap keberhasilan orang lain. Ini menciptakan masyarakat yang harmonis dan saling mendukung.

Kemandirian dan Ketahanan Mental: Dengan qana’ah, seseorang tidak mudah terpengaruh oleh tekanan sosial untuk memiliki lebih banyak harta atau status. Ia akan tetap fokus pada pencapaian yang bermanfaat bagi dirinya dan lingkungannya tanpa harus mengikuti standar kesuksesan duniawi yang seringkali tidak realistis.

4. *Landasan Teologis Qana’ah*

Dalam Al-Qur’an dan hadits, banyak ajaran yang mendorong sikap qana’ah, yang mengajarkan agar umat Islam selalu bersyukur dan merasa cukup dengan apa yang Allah berikan.
Allah SWT berfirman:

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا، وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
“Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (QS. At-Talaq: 2-3)

Hadits Nabi SAW:

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ
“Sungguh beruntung orang yang telah masuk Islam, diberi rezeki yang cukup, dan diberi sifat qana’ah atas apa yang Allah karuniakan kepadanya.” (HR. Muslim).

Dari penjelasan diatas tentang qana’ah sebagai sikap menerima dengan rasa cukup atas rezeki dan nikmat Allah, serta perannya dalam menciptakan keseimbangan antara usaha dan keikhlasan, didukung oleh berbagai dalil dari Al-Qur’an, hadits Nabi SAW, serta pandangan sahabat dan ulama. Berikut dalil-dalil yang melengkapi pandangan tersebut:

1. *Dalil Al-Qur’an tentang Qana’ah*

QS. Al-Baqarah: 286
“لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ”
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapatkan (pahala) dari (kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang dikerjakannya.”
Firman Allah SWT ini mengajarkan bahwa Allah memberikan beban sesuai kemampuan hamba-Nya, sehingga qana’ah muncul sebagai sikap menerima atas segala pemberian Allah yang sudah disesuaikan dengan kesanggupan.
QS. Ibrahim: 7
“لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ”
“Jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”
Qana’ah adalah salah satu wujud nyata dari rasa syukur. Dengan bersyukur, nikmat Allah akan bertambah, baik dalam bentuk ketenangan hati maupun keberkahan rezeki.

2. *Hadits Nabi SAW Tentang Qanaah*

Hadits Riwayat Muslim
“قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ”
“Sungguh beruntung orang yang masuk Islam, diberi rezeki yang mencukupi dan Allah membuatnya merasa cukup (qana’ah) dengan apa yang diberikannya.”
Hadits ini menegaskan bahwa qana’ah merupakan salah satu jalan kebahagiaan dan keberuntungan di dunia, karena orang yang qana’ah tidak akan terbebani oleh keinginan yang berlebihan.

Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim
“لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ”
“Kekayaan bukanlah banyaknya harta benda, tetapi kekayaan yang sebenarnya adalah kekayaan hati.”
Kekayaan hati yang dimaksud adalah rasa cukup atau qana’ah. Orang yang memiliki sikap qana’ah merasa cukup dengan apa yang dimilikinya dan tidak terus-menerus merasa kurang.

3. *Pandangan Sahabat dan Ulama tentang Qana’ah*

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata:
“إِنَّ أَعْظَمَ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ، وَإِنَّ أَعْظَمَ الْفَقْرِ فَقْرُ الْقَلْبِ”
“Sesungguhnya kekayaan terbesar adalah kekayaan jiwa, dan kemiskinan terbesar adalah kemiskinan hati.”

Sehingga dengan demikian, qana’ah adalah tanda dari kekayaan jiwa, dan sebaliknya, orang yang tamak meskipun memiliki harta banyak tetaplah miskin secara batin.

Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin
“القناعة هي الرضا بالقليل والإستغناء عن الكثير”
“Qana’ah adalah ridha dengan sedikit (pemberian) dan merasa cukup dari yang banyak.”
Imam Ghazali menekankan bahwa qana’ah bukan hanya sikap menerima apa adanya, tetapi juga memiliki keutamaan dalam menjaga hati agar tidak selalu menginginkan tambahan lainnya.

Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata:
“رَأَيْتُ الْقَـنَاعَةَ رَأْسَ الْغِنَى فَصِرْتُ بِأَذْيَــالِهَا مُـمْتَسِكَا فَلاَ تَنْظُـرْ إِلَى مَنْ مَلَكَ الدُّنْيَا فَإِنَّهُا رَاحَ مِنْهَا بِمَا فَاتَهُا”
“Aku melihat qana’ah adalah puncak dari kekayaan, maka aku pun memegang erat ujung-ujungnya. Janganlah melihat kepada siapa yang memiliki dunia, karena sesungguhnya dia akan pergi darinya dengan meninggalkan segala yang dia miliki.”
Kata-kata Imam Asy-Syafi’i ini mengisyaratkan bahwa qana’ah adalah jalan menuju kekayaan yang hakiki, yaitu kekayaan yang tidak terikat oleh materi dunia yang kadang menipu dan menyedot energi terlalu banyak .

*Kesimpulan*

Berbagai sumber yang diambil dari Al-Qur’an, hadits, serta pandangan sahabat dan ulama, semuanya menekankan pentingnya sikap qana’ah sebagai jalan menuju kebahagiaan yang Haqiqi..

Melalui sikap qana’ah, seseorang akan terhindar dari tamak dan iri hati, mampu hidup dengan tenang dan penuh rasa syukur, serta mendapatkan keberkahan dalam rezeki yang telah diberikan oleh Sang Khaliq.

Kebiasaan dan perilaku ini merupakan kunci untuk meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat, sekaligus menjaga keseimbangan antara usaha dan tawakal kepada Sang Maha Kuasa.

 

SEMOGA BERMANFAAT
Munawir Kamaluddin