KENDARI- Persiapan pesta demokrasi tahun 2024 sudah dimulai. Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI meluncurkan hari pemungutan suara Pemilu serentak tahun 2024 yang jatuh pada Rabu, 14 Februari 2024.
Sementara, pemungutan suara pemilihan kepala daerah (Pilkada) jatuh pada Rabu, 27 November 2024. Penetapan itu telah dituangkan dalam Keputusan KPU RI Nomor 21 Tahun 2022.
Kesadaran semua pihak untuk tidak menggunakan hoaks SARA dalam kampanye akan membuat penyelenggaraan PEMILU dan PILKADA 2024 lebih berkualitas. Namun, ancaman isu SARA diprediksi masih berpotensi muncul.
Penggunaan isu suku, ras, agama, dan antargolongan dalam Pemilu dan Pemilihan Kepala Daerah 2024 masih berpotensi muncul biasanya dikemas dalam bentuk hoaks, dalam menghadapi kampanye. Kondisi ini dipicu sejumlah faktor, antara lain literasi digital masyarakat yang masih rendah, sekaligus juga persaingan ketat dalam kontestasi yang membuat setiap peserta pemilu ataupun kandidat melakukan segala cara untuk memenangi pemilihan.
Sulawesi Tenggara merupakan salah satu daerah yang di dalamnya terdiri banyak etnis, diantaranya suku Buton 26%, suku Muna 19%, suku Morenene 10%, suku Wawonii 9%, lain-lain 10%, sedangkan suku Tolaki adalah suku terbesar yang ada di Sulawesi Tenggara dengan jumlah mencapai 36%. Dengan jumlah suku yang cukup beragam maka ini menjadi sasaran empuk orang yang tak bertanggung jawab dalam menyebarkan berita hoaks atau berita bohong.
Senada dengan itu Dr. H. Harmin Ramba, SE.MM ketua DPP Lukman Abunawas Centre, mengajak seluruh simpatisan LA Centre untuk senantiasa mendukung POLDA SULTRA untuk menjaga KAMTIBMAS dalam menghadapi PEMILU 2024.
“Saya berharap kepada seluruh simpatisan LA Centre dan seluruh masyarakat Sulawesi Tenggara untuk tidak mudah terprovokasi terhadap berita hoaks atau berita bohong yang bertujuan memecah belah persatuan dan keutuhan masyarakat Sultra, mari kita bersama senantiasa menjaga KAMTIBMAS, agar situasi senantiasa tetap kondusif dalam menghadapi PEMILU 2024”, ucap Harmin.
Meningkatnya akun dan konten yang menyebarkan hoaks dengan tema politik akhir-akhir ini, berpotensi mengancam kualitas pesta demokrasi, hoaks tak hanya merusak akal sehat calon pemilih, namun juga mendelegitimasi proses penyelenggaraan pemilu, dan lebih parah lagi, mampu merusak kerukunan masyarakat yang mengarah ke disintegrasi bangsa.
Hoaks dan provokasi telah hadir dalam kehidupan keseharian kita, sehingga membutuhkan perhatian dari semua pihak. Bukan hanya tugas POLRI dan Pemerintah, tetapi peran serta kita sebagai warga Indonesia sangat dibutuhkan dalam memerangi berita hoaks. (*)